TAFSIR AYAT AL QUR’AN DAN HADITS TENTANG KURIKULUM PENDIDIKAN



Disusun Oleh :

Siti Rohmah



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan satu aspek yang penting di dalam kehidupan setiap individu. Pendidikan bermula sejak seorang itu dilahirkan sehingga ia menemui ajalnya. Pendidikan bagi manusia meliputi aspek jasmani, rohani, akal dan sosial. Manusia mendidik anaknya supaya badannya sehat dan kuat, akalnya waras dan cerdas, rohaninya luhur dan berbudi pekerti tinggi, tahu bermasyarakat dan menyesuaikan diri dalam kelompoknya. Di antara pendidikan yang paling penting bagi setiap manusia ialah pendidikan Islam.
Pendidikan Islam adalah pendidikan yang melatih kepekaan (sensibility) para peserta didik sedemikian rupa sehingga sikap hidup dan perilaku, juga keputusan dan pendekatannya kepada semua jenis pengetahuan dikuasai oleh perasaan mendalam nilai-nilai etik dan spiritual Islam. Peserta didik tersebut dilatih dan mentalnya didisiplinkan, sehingga mencari pengetahuan tidak sekadar untuk memuaskan keingin-tahuan intelektual atau hanya untuk keuntungan dunia material belaka, tetapi juga untuk mengembangkan diri sebagai makhluk rasional dan saleh yang kelak dapat memberikan kesejahteraan fisik, moral dan spiritual bagi keluarga, masyarakat dan umat manusia. Semua itu dibutuhkan suatu kurikulum yang mendukung dan cocok dalam mengembangkan diri anak manusia.
Maka utnuk mengembangkan potensi diri anak manusia yang sesuai dengan fitrahnya, harus berlandasarkan kepada kurikulum pendidikan Islam yang bersumber  dari Al Quran dan Hadits. Oleh karena itu, di dalam makalah ini akan dibahas terkait dengan kurikulum pendidikan Islam yang berdasarkan pada konsep Al Quran dan Hadits
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah di dalam makalah ini, yaitu :
1. Apa bunyi ayat dan terjemahannya yang berkaitan dengan kurikulum Pendidikan?
2. Bagaimana tafsir ayat yang berkaitan dengan Kurikulum Pendidikan ?
3. Bagaimana implementasi kurikulum pendidikan pendidikan saat ini?

C. Tujuan Penulisan Makalah
Adapun tujuan penulisan makalah ini, yaitu :
1. Untuk mengetahui ayat dan terjemahan yang berkaitan dengan kurikulum pendidikan
2. Untuk mengetahui tafsir ayat yang berkaitan dengan Kurikulum pendidikam; dan
3. Untuk mengetahui implementasi kurikulum pendidikan Islam saat ini?




BAB II
PEMBAHASAN

A. Tafsir Ayat Al Quran dan Terjemahan
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ (1) خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ (2) اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ (3) الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ (4) عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ
Artinya :
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan qalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. ( Al alaq 1-5)[1]

B. Penjelasan tafsir Ibnu Katsir
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Az-Zuhri, dari Urwah, dari Aisyah yang menceritakan bahwa permulaan wahyu yang disampaikan kepada Rasulullah Saw. berupa mimpi yang benar dalam tidurnya. Dan beliau tidak sekali-kali melihat suatu mimpi, melainkan datangnya mimpi itu bagaikan sinar pagi hari.
Kemudian dijadikan baginya suka menyendiri, dan beliau sering datang ke Gua Hira, lalu melakukan ibadah di dalamnya selama beberapa malam yang berbilang dan untuk itu beliau membawa perbekalan secukupnya. Kemudian beliau pulang ke rumah Khadijah (istrinya) dan mengambil bekal lagi untuk melakukan hal yang sama.
Pada suatu hari ia dikejutkan dengan datangnya wahyu saat berada di Gua Hira. Malaikat pembawa wahyu masuk ke dalam gua menemuinya, lalu berkata, "Bacalah!" Rasulullah Saw. melanjutkan kisahnya, bahwa ia menjawabnya, "Aku bukanlah orang yang pandai membaca." Maka malaikat itu memegangku dan mendekapku sehingga aku benar-benar kepayahan olehnya, setelah itu ia melepaskan diriku dan berkata lagi, "Bacalah!" Nabi Saw. menjawab, "Aku bukanlah orang yang pandai membaca." Malaikat itu kembali mendekapku untuk kedua kalinya hingga benar-benar aku kepayahan, lalu melepaskan aku dan berkata, "Bacalah!" Aku menjawab, "Aku bukanlah orang yang pandai membaca." Malaikat itu kembali mendekapku untuk ketiga kalinya hingga aku benar-benar kepayahan, lalu dia melepaskan aku dan berkata:
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Menciptakan. (Al-'Alaq: 1) sampai dengan firman-Nya: apa yang tidak diketahuinya. (Al-'Alaq: 5)
Maka setelah itu Nabi Saw. pulang dengan hati yang gemetar hingga masuk menemui Khadijah, lalu bersabda:
«زَمِّلُونِي زَمِّلُونِي»
Selimutilah aku, selimutilah aku!
Maka mereka menyelimutinya hingga rasa takutnya lenyap. Lalu setelah rasa takutnya lenyap, Khadijah bertanya, "Mengapa engkau?" Maka Nabi Saw. menceritakan kepadanya kejadian yang baru dialaminya dan bersabda, "Sesungguhnya aku merasa takut terhadap (keselamatan) diriku." Khadijah berkata, "Tidak demikian, bergembiralah engkau, maka demi Allah, Dia tidak akan mengecewakanmu selama-lamanya. Sesungguhnya engkau adalah orang yang suka bersilaturahmi, benar dalam berbicara, suka menolong orang yang kesusahan, gemar menghormati tamu, dan membantu orang-orang yang tertimpa musibah."
Kemudian Khadijah membawanya kepada Waraqah ibnu Naufal ibnu Asad ibnu Abdul Uzza ibnu Qusay. Waraqah adalah saudara sepupu Khadijah dari pihak ayahnya, dan dia adalah seorang yang telah masuk agama Nasrani di masa Jahiliah dan pandai menulis Arab, lalu ia menerjemahkan kitab Injil ke dalam bahasa Arab seperti apa yang telah ditakdirkan oleh Allah, dan dia adalah seorang yang telah lanjut usia dan tuna netra.
Khadijah bertanya, "Hai anak pamanku, dengarlah apa yang dikatakan oleh anak saudaramu ini." Waraqah bertanya, "Hai anak saudaraku, apakah yang telah engkau lihat?" Maka Nabi Saw. menceritakan kepadanya apa yang telah dialami dan dilihatnya. Setelah itu Waraqah berkata, "Dialah Namus (Malaikat Jibril) yang pernah turun kepada Musa. Aduhai, sekiranya diriku masih muda. Dan aduhai, sekiranya diriku masih hidup di saat kaummu mengusirmu."
Rasulullah Saw. memotong pembicaraan, "Apakah benar mereka akan mengusirku?" Waraqah menjawab, "Ya, tidak sekali-kali ada seseorang lelaki yang mendatangkan hal seperti apa yang engkau sampaikan, melainkan ia pasti dimusuhi. Dan jika aku dapat menjumpai harimu itu, maka aku akan menolongmu dengan pertolongan yang sekuat-kuatnya." Tidak lama kemudian Waraqah wafat, dan wahyu pun terhenti untuk sementara waktu hingga Rasulullah Saw. merasa sangat sedih.
Menurut berita yang sampai kepada kami, karena kesedihannya yang sangat, maka berulang kali ia mencoba untuk menjatuhkan dirinya dari puncak bukit yang tinggi. Akan tetapi, setiap kali beliau sampai di puncak bukit untuk menjatuhkan dirinya dari atasnya, maka Jibril menampakkan dirinya dan berkata kepadanya, "Hai Muhammad, sesungguhnya engkau adalah utusan Allah yang sebenarnya," maka tenanglah hati beliau karena berita itu, lalu kembali pulang ke rumah keluarganya.
Dan manakala wahyu datang terlambat lagi, maka beliau berangkat untuk melakukan hal yang sama. Tetapi bila telah sampai di puncak bukit, kembali Malaikat Jibril menampakkan diri kepadanya dan mengatakan kepadanya hal yang sama.
Hadis ini diketengahkan di dalam kitab Sahihain melalui Az-Zuhri; dan kami telah membicarakan tentang hadis ini ditinjau dari segi sanad, matan, dan maknanya pada permulaan kitab syarah kami, yaitu Syarah Bukhari dengan pembahasan yang lengkap. Maka bagi yang ingin mendapatkan keterangan lebih lanjut, dipersilakan untuk merujuk kepada kitab itu, semuanya tertulis di sana.[2]
Mula-mula wahyu Al-Qur'an yang diturunkan adalah ayat-ayat ini yang mulia lagi diberkati, ayat-ayat ini merupakan permulaan rahmat yang diturunkan oleh Allah karena kasih sayang kepada hamba-hamba-Nya, dan merupakan nikmat yang mula-mula diberikan oleh Allah kepada mereka. Di dalam surat ini terkandung peringatan yang menggugah manusia kepada asal mula penciptaan manusia, yaitu dari 'alaqah. Dan bahwa di antara kemurahan Allah Swt. ialah Dia telah mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. Hal ini berarti Allah telah memuliakan dan menghormati manusia dengan ilmu. Dan ilmu merupakan bobot tersendiri yang membedakan antara Abul Basyar (Adam) dengan malaikat. Ilmu itu adakalanya berada di hati, adakalanya berada di lisan, adakalanya pula berada di dalam tulisan tangan. Berarti ilmu itu mencakup tiga aspek, yaitu di hati, di lisan, dan di tulisan. Sedangkan yang di tulisan membuktikan adanya penguasaan pada kedua aspek lainnya, tetapi tidak sebaliknya. Karena itulah disebutkan dalam firman-Nya:
{اقْرَأْ وَرَبُّكَ الأكْرَمُ الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ عَلَّمَ الإنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ}
Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Penmrah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan qalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (Al-'Alaq: 3-5)
Di dalam sebuah asar disebutkan, "Ikatlah ilmu dengan tulisan." Dan masih disebutkan pula dalam asar, bahwa barang siapa yang mengamalkan ilmu yang dikuasainya, maka Allah akan memberikan kepadanya ilmu yang belum diketahuinya.
C. Pembahasan Implementasi Kurikulum Pendidikan
Pengetahuan terus berkembang dan pendidikan semakin kompleks untuk memenuhi keperluan masyarakat dan negara. Kemajuan yang sentiasa dicapai dalam bidang pendidikan telah menyebabkan berubahnya konsep pendidikan dalam sebuah negara dari masa ke masa. Bagi mengimbangi perubahan konsep pendidikan, maka apa yang berlaku di dalam proses pendidikan juga perlu diubah agar dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan tentang kurikulum.
Secara etimologis, kurikulum berasal dari bahasa Yunani, yaitu curir yang artinya pelari dan curere yang berarti tempat berpacu. Jadi istilah kurikulum berasal dari dunia olah raga pada zaman Romawi Kuno di Yunani, yang mengandung pengertian suatu jarak yang harus ditempuh oleh pelari dari garis start sampai garis finish (Muzayyin Arifin: 2005). Kurikulum dalam pendidikan Islam, dikenal dengan kata manhaj yang berarti jalan yang terang yang dilalui oleh pendidik bersama anak didiknya untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap .[3]
Jika diaplikasikan dalam kurikulum pendidikan Islam, maka kurikulum berfungsi sebagai pedoman yang digunakan oleh pendidik untuk membimbing peserta didiknya ke arah tujuan tertinggi pendidikan Islam, melalui akumulasi sejumlah pengetahuan, keterampilan dan sikap. Dalam hal ini proses pendidikan Islam bukanlah suatu proses yang dapat dilakukan secara serampangan, tetapi hendaknya mengacu kepada konseptualisasi manusia paripurna (insan kamil) yang strateginya telah tersusun secara sistematis dalam kurikulum pendidikan Islam.
Pengertian kurikulum secara normatif, di dalam al-qur'an terdapat ayat-ayat yang menyuruh manusia agar mempelajari segala sesuatu baik yang bersifat tertulis maupun tidak tertulis, baik benda­benda yang ada di bumi, maupun benda-benda yang ada di langit, baik kehidupan umat di masa sekarang maupun masa yang silam dan yang akan datang. Demikian pula di dalam hadisnya Rasulullah SAW me­nyuruh pengikutnya agar mempelajari ilmu yang berkaitan dengan ke­duniaan maupun keakhiratan. Adanya hal-hal yang pernah diajarkan Tuhan kepada umat manusia, dalam hubungannya dengan kurikulum sebagaimana tersebut di atas, dapat dipahami dari ayat-ayat al-qur'an surah al-Alaq: 5, Q.S. al-Luqman: 12 dan dalam hadist yang diriwayatkan oleh Baihaqi yang artinya kewajiban orangtua atas anaknya adalah mengajarinya menulis, berenang dan memanah. (HR. Baihaqi)
Ayat-ayat al-qur'an dan hadis-hadis Rasulullah tersebut mengandung beberapa catatan dalam hubungannya dengan kuriku­lum:[4]
1)      Berisi informasi tentang bahan-bahan pelajaran yang perlu diajarkan kepada manusia, yaitu tentang segala sesuatu yang be­lum dipelajari (maa lam ya'lam), nama-nama tentang segala sesuatu, termasuk nama Tuhan (asmaul-husna), pengetahuan tentang hakikat dan kebenaran segala sesuatu (al-hikmah), akhlak mulia berupa men­cintai Nabi Muhammad SAW dan keluarganya, membaca al-qur'an, menulis, olahraga, dan keterampilan jasmani.
2)      Berisi informasi tentang penanggung jawab yang bertugas mengajarkan berbagai macam ilmu pengetahuan tersebut, yang dalam hal ini yaitu Allah, para nabi, dan kedua orang tua. Allah bertugas sebagai mahaguru, Nabi Muhammad bertindak seba­gai guru paripurna, dan kedua orang tua merupakan guru utama dan pertama.
Atas dasar ini inti dari kurikulum adalah pengalaman belajar.(Ahmad Tafsir: 2007). Dari beberapa definisi di atas dapat dipahami, ada pandangan yang menyatakan bahwa kurikulum hanya berisi rencana pelajaran di sekolah, ini karena mereka membedakan antara kegiatan kurikuler, kokurikuler dan ekstrakurikuler. Ada juga yang berpandangan bahwa kurikulum lebih dari sekedar rencana pelajaran tapi semua yang secara nyata terjadi dalam proses pendidikan di sekolah atau semua pengalaman belajar itulah kurikulum.
1.      Dasar Kurikulum Pendidikan Islam
Dasar-dasar kurrikulum pen­didikan Islam. Sebagai misalnya dasar agama, dasar falsafah, dasar psikologik, dan dasar sosial (Samsul Nizar: 2002). Perlu ditekankan bahwa antara satu dasar dengan dasar yang lainnya tidaklah berdiri sendiri-sendiri, tetapi harus merupakan suatu kesatuan yang utuh sehingga dapat membentuk kurikulum yang terpadu, yaitu yang relevan dengan kebutuhan pengembangan peserta didik dalam unsur ketauhidan, keagamaan, pengembangan potensinya sebagai khalifah, sebagai individu dan dalam kehidupan sosial. Semua dasar yang dikemukakan, idealnya dapat mewarnai penyusunan kurikulum pendidikan Islam, agar semua aspek kemanusian peserta didik dapat dikembangkan dengan baik, menuju manusia paripurna sebagaimana yang dicita-citakan dalam pendidikan Islam.
2.      Ciri-ciri Kurikulum Pendidikan Islam
Kurikulum yang dilaksanakan dalam pendidikan Islam mencerminkan ciri-ciri dan sesuai dengannya atau­kah tidak sesuai. Sebab ketidak sesuaiannya dengan ciri-ciri ini pada salah satu periode sejarah Islam atau pada salah satu negara Islam yang menghilangkan wujud ciri-ciri ini pada pemikiran pendidikan Islam, sekurang-kurangnya pada tahap apa yang ha­rus terwujud. Ciri-ciri Umum kurikulum pada pendidikan Islam:
1)      Menonjolnya tujuan agama dan akhlak pada berbagai tujuan-­tujuannya dan kandungan-kandungan, metode-metode, alat-alat dan tekniknya bercorak agama.
2)      Meluasnya perhatiannya dan menyeluruhnya kandungan-­kandungannya. Kurikulum yang betul-betul mencerminkan sema­ngat, pemikiran, dan ajaran-ajarannya memperhatikan pengem­bangan dan bimbingan terhadap segala aspek pribadi pelajar dari segi intelektual, psikologis, sosial dan spiritual.
3)      Ciri-ciri keseimbangan yang relatif diantara kandungan-kandungan kurikulum dari ilmu dan seni, pengalaman-pengalaman, dan kegiatan-kegiatan pena ajaran yang bermacam-macam.
4)      Kecenderungan pada seni-halus, aktivitas jasmani, latihan militer, pengetahuan teknik, latihan kejujuran, bahasa asing, sekalipun perseorangan dan yang memiliki kesediaan dan bakat bagi perkara-perkara ini dan mempunyai keinginan untuk mempelajari dan melatih diri dalam perkara itu.
5)      Perkaitan antara kurikulum dalam pen­didikan Islam dengan kesediaan-kesediaan pelajar-pelajar dan mi­nat, kemampuan, kebutuhan dan perbedaan-perbedaan perseorang­an
1. Prinsip Kurikulum Pendidikan Islam
Kilpatrick sebagaimana yang dikutip oleh Muzayyin Arifin, suatu kurikulum yang berdasarkan atas tiga prinsip [5]
1)      Meningkatkan kualitas hidup anak didik pada tiap jenjang sekolah.
2)      Menjadikan kehidupan intelektual anak kearah perkembangan dalam suatu kehidupan bulat dan menyeluruh (all round living).
3)      Mengembangkan aspek kreatif kehidupan sebagai suatu uji coba atas keberhasilan sekolah, sehingga anak mampu berkembang dalam kemampuannya yang aktual untuk aktif memikirkan hal-hal baru baik untuk diamalkan.
Namun Abuddin Nata (Abuddin Nata: 1997) memaparkan bahwa prinsip kurikulum yang dikutip dari al-Syaibany ada tujuh prinsip kurikulum yaitu:
1)      Prinsip pertautan yang sempurna dengan agama, termasuk ajarannya dan nilai-nilainya.
2)      Prinsip universal pada tujuan-tujuan dan kandungan-kandungan kurikulum.
3)      Prinsip keseimbangan yang relatif antara tujuan dan kandungan.
4)      Prinsip perkaitan antara minat, bakat, kemampuan-kemampuan dan kebutuhan peserta didik.
5)      Prinsip pemeliharaan perbedaan antara peserta didik.
6)      Prinsip menerima perkembangan dan perubahan sesuai perkembangan zaman dan tempat.
7)      Prinsip integritas antara mata pelajaran, pengalaman-pengalaman.

Prinsip-prinsip dalam pendidikan Islam tentang penyusunan kurikulum menghendaki keterkaitannya dengan sumber pokok agama yaitu al-qur’an dan al-hadits, di mana dan kapan pun lembaga pendidikan itu ada. Prinsip yang ditetapkan Allah dan diperintahkan Rasulullah dapat dijadikan pegangan dasar dalam kurikulum tersebut. Sebagian pakar yang mengungkapkan prinsip dalam kurikulum pendidikan Islam. Dari berbagai tokoh tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam mengorientasikan pendidikan untuk kebahagiaan dunia dan akhirat. Karena yang menjadi pokok tujuan pendidikan Islam tidak lain adalah terwujudnya insan kamil yang berguna bagi bangsa, negara dan agama.

2. Model-Model Konsep Kurikulum Pendidikan Islam
            Pendidikan berfungsi menumbuhkan kreaktifitas, melestarikan nilai-nilai, serta membekali kemampuan produktif, maka dibutuhkan model-model kurikulum sebagai berikut:
a)      Kurikulum sebagai subjek akademik, sangat mengutamakan pengetahuan sehingga pendidikan diarahkan lebih besifat intelektual.
b)      Kurikulum sebagai model humanistik (aktualisasi diri). Jadi kurikulum model ini menjadikan manusia sebagai unsure sentral untuk menciptakan unsur kreativitas, spontanitas, kemandirian, kebebasan, aktivitas, pertumbuhan dari dalam termasuk keutuhan anak sebagai keseluruhan, minat dan motivasi intrinsik. Islam sangat menghargai kreativitas dan produktivitas (Q.S. 53: 39-40), karena manusia merupakan makhluk yang mampu berkreasi dan bertanggungjawab (Q.S. 11: 93).
c)      Kurikulum sebagai model rekonstruksi sosial. Difokuskan pada problem yang sedang dihadapi oleh masyarakat.
d)     Kurikulum sebagai model teknologi. Model ini menekankan pada penyusunan program pengajaran dan rencana pelajaran dengan menggunakan pendekatan sistem.
e)      Kurikulum sebagai model proses kognitif, bertujuan untuk mengembangkan kemampuan mental, antara lain berfikir dan berkenyakinan bahwa kemampuan tersebut dapat ditransfer/diterapkan pada bidang-bidang lain (Muhaimin dan Abdul Mujid: 1993)

3. Sifat-Sifat Isi Kurikulum Perspektif Hadits
                        Sifat isi kurikulum (materi) yang diberikan ketika Rasulullah mengajarkan dalam madrasah.[6]
1.                  Bukan rekayasa
2.                  Mudah dan toleran
3.                  Terang dan jelas
4.                  Menjelma dalam sosok manusia
5.                  Utuh dan saling berkaitan
6.                  Luas dan menyebar

Berdasarkan sifat-sifat materi sebagai isi kurikulum yang diajarkan oleh Rasulullah tersebut di atas maka pendekatan Islam dalam merumuskan kurikulumnya menekankan wahyu sebagai sumber ilmu di sampaing ilmu yang dicari oleh akal.

4. Materi kurikulum perspektif hadits
Rasulullah memberikan pedoman isi tentang materi pendidikan yang sebenarnya diberikan kepada peserta didik: (Abuddin Nata dan Fauzan: 2005).
1.      Pendidikan keimanan bertujuan mengikat anak dengan dasar- dasar iman, rukun Islam dan dasar-dasar syariat. Pendidikan keimanan ini menempatkan hubungan antara hamba dan Khaliknya menjadi bermakna, perbuatannya bertujuan dari mulia. Sehingga pada akhirnya ia akan memiliki kompoten memegang peran khalifah dimuka bumi. Pendidikan keimanan sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah dalam hadistnya yang artinya "Belum sempurna iman seseorang diantara kalian sebelum diriku lebih dicintai olehnya dari kecintaanya kepada anaknya, orang tuanya dan manusia semuanya. (HR. Bukhari)"
2.      Pendidikan moral/akhlaq merupakan pendidikan mengenai dasar-dasar dan keutamaannya, tabiat yang harus dimiliki dan dijadikan oleh anak didik. Pendidikan akhlak merupakan bagian dari isi kurikulum pendidikan Islam, sebagai hadis Nabi yang artinya: sesungguhnya Aku diutus tidak lain hanya untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. Rasulullah bersabda "Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan. Dia juga menyukai akhlak-akhlak yang luhur, serta tidak menyukai akhlak yang rendah. (HR. Thabrani)"
3.      Pendidikan fisik bertujuan dalam rangka mempersiapkan peserta didik untuk melaksanakan tugasnya sebagai "khalifah" di muka bumi yang harus memiliki kemampuan fisik yang sehat (kuat). Pendidikan fisik yang diberikan kepada anak didik bertujan agar anak menjadi dewasa dengan kondisi fisk yang kuat dan selamat, sehat bergairah dan bersemangat. Dalam hadisnya Rasulullah telah memotivasi dengan adanya penghargaan tentang kekuatan fisik yang, seseorang mukmin sebagaimana sabdanya: "mu’min yang kuat dan lebih disukai oleh Allah daripada mu’min yang lemah (H.R. Muslim)". Untuk mempersiapkan pelaksanaan perintah Allah dengan baik maka kurikulum pendidikan nerupakan pespektif hadits mencakup materi yang sifatnya menguatkan fisik, seperti: berenang, memanah, menunggang kuda.
4.      Pendidikan intelektual adalah pembentukan dan pembinaan cara berfikir anak dengan segala sesuatu yang bermanfaat. Mengenai intelektual dalam pendidikan Islam terletak pada pengembangan intelegensi (kecerdasan) yang berada dalam otak sehingga ia mampu memahami dan menganalisis fenomena­ ciptaan Allah di jagat raya ini. Hal ini sejalan dengan teori yang diungkapkan Mahmud Junus bahwasanya aspek rohani termasuk dimensi yang harus dijadikan sebagai isi kurikulum dalam pendidikan melalui perintah shalat pada usia 7 tahun dan juga bersinggungan dengan dasar psikologis yang ditawarkan al-Syaibani sebagai dasar pokok dalam kurikulum pendidikan Islam.
5.      Pendidikan psikis bertujuan untuk membentuk, menyempurnakan dan menyeimbang keperibadian anak, sehingga ketika anak taklif dapat melaksanakan perintah Allah dengan baik dan mulia.
6.      Pendidikan sosial dimulai dari sejak kecil terbiasa menjalankan adab sosial yang baik dan dasar-dasar yang mulia yang bersumber pada aqidah Islamiyah yang abadi perasaan keimanan yang mendalam, agar bisa tampil dengan pergaulan dan adab yang baik, keseimbangan akal yang matang dan tindakan yang bijaksana.
7.      Pendidikan seksual merupakan upaya pengajaran, penyadaran dan penerangan tentang masalah-masalah yang berkenaan dengan masalah seks, naluri dan perkawinan. Tujuannya agar anak setelah dewasa mengerti tentang masalah yang diharamkan dan dihalalkan bahkan mampu bertingkah laku Islami sebagai akhlak, kebiasaan dan tidak akan mengikuti sahwat dengan cara-cara hedonisme.



BAB III
SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
Berdasarkan hasil pembahasan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1)        Kurikulum lebih dari sekedar rencana pelajaran tapi semua yang secara nyata terjadi dalam proses pendidikan di sekolah atau semua pengalaman belajar itulah kurikulum.
2)        Kurrikulum pen­didikan Islam berdasarkan pada al-Qur’an dan as-Sunnah, dan salah satu yang menjadi landasannya adalah Al Alaq 1-5
3)        Ciri-ciri kurikulum pendidikan Islam diantaranya menonjolnya tujuan agama dan akhlak (spiritual). Meluasnya perhatiannya dan menyeluruhnya kandungan-­kandungannya. Ciri-ciri keseimbangan yang relatif di antara kandungan-kandungan kurikulum dari ilmu-ilmu dan seni, pengalaman-pengalaman, dan kegiatan-kegiatan pengajaran yang bermacam-macam. Kecenderungan pada seni-halus, aktivitas jasmani, latihan militer, pengetahuan teknik, latihan kejujuran, bahasa-bahasa asing. Perkaitan antara kurikulum dalam pen­didikan Islam dengan kesediaan-kesediaan pelajar-pelajar dan mi­nat, kemampuan, kebutuhan dan perbedaan-perbedaan perseorang­an.
4)        Prinsip Kurikulum Pendidikan Islam mengorientasikan pendidikan untuk kebahagiaan dunia dan akhirat. Model-model kurikulum sebagai berikut: Kurikulum sebagai subjek akademik, sebagai model humanistik (aktualisasi diri), sebagai model rekonstruksi sosial, sebagai model teknologi dan sebagai model proses kognitif.
5)        Sifat-sifat isi kurikulum perspektif hadits adalah bukan rekayasa, mudah dan toleran, terang dan jelas, menjelma dalam sosok manusia, utuh dan saling berkaitan, luas dan menyebar. Materi kurikulum perspektif hadits diantaranya pendidikan keimanan, pendidikan moral/akhlaq, pendidikan fisik, pendidikan intelektual, pendidikan fisikis, pendidikan sosial, pendidikan seksual.

B. Saran
Berdasarkan hasil pembahasan di dalam makalah ini ada beberapa saran, yaitu:
1.      Kepada pemerintah agar memahami akan pentingnya suatu kurikulum dalam suatu pembelajaran yang berdasarkan agama Islam.
2.      Kepada guru dan masyarakat diharapkan dapat bekerjasama dengan pihak sekolah dalam menentukan dan menerapkan suatu kurikulum yang sesuai dengan peserta didik dan tentunya juga berdasarkan kepada agama Islam.



DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Muzayyin. 2005. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Bumi Aksara

A-Syaibany, Omar Mohammad Al-Toumy. 1984. Falsafah Pendidikan Islam, (Terj.Hassan Langgulung). Jakarta: Bulan Bintang

Muhaimin dan Abdul Mujid. 1993. Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Filosofik dan Kerangka Dasar Operasionalnya. Bandung: Trigenda Karya

Nata, Abuddin. 1997. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu

Nata, Abuddin, dan Fauzan. 2005. Pendidikan Dalam Perspektif Hadits. Jakarta: UIN Jakarta Press

Nata, Abuddin. 2010. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana

Nizar, Samsul. 2002. Filsafat Pendidikan Islam, Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis. Jakarta: PT. Intermasa

Tafsir, Ahmad. 2007. Ilmu Pendidikan Dalam Perspektis Islam. Bandung: PT. Rosdakarya



[1] Ibnu katsir. 2013. kampungsunah.org
[2] Ibnu katsir. 2013. kampungsunah.org, hal
[3] Omar Mohammad Al-Toumy A-Syaibany: 1984) Falsafah Pendidikan Islam, (Terj.Hassan Langgulung). Jakarta: Bulan Bintang hlm 54

[4] Abuddin Nata: 2010. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu

Hlm 23
[5] Muzayyin Arifin: 2005. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Bumi Aksara
Hlm 12
[6] Abuddin Nata dan Fauzan: 2005. Pendidikan Dalam Perspektif Hadits. Jakarta: UIN Jakarta Press. Hlm 25


Komentar

Postingan populer dari blog ini

KUMPULAN MAKALAH ADMINISTRASI SARANA DAN PRASARANA KANTOR

POLA PENGEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM KH.AHMAD DAHLAN DALAM PERSPEKTIF HA.MUKTI ALI

SEPULUH PERUBAHAN PENDIDIKAN UNTUK PENINGKATAN SUMBER DAYA MANUSIA