SASARAN DAN STRATEGI PENCAPAIAN ANALISIS QUALITY
Di susun oleh : Siti Rohmah dan Muhajir Ridwan
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Organisasi
pendidikan adalah penghasil jasa pendidikan yang diharapkan masyarakat untuk
mewujudkan kualitas sumber daya manusia melalui sistem dan hasil pendidikan
yang berkualitas. Menurut Feigenbaum (1991), kualitas pendidikan adalah faktor
kunci yang tidak nampak, namun terjadi di berbagai bidang yang ditentukan oleh
para pelakunya dalam membuat keputusan tentang kualitas (Owlia dan Aspinwall,
1996). Kualitas ini sangat berpengaruh dalam meningkatkan kinerja dan kepuasan
pelanggan, dan dapat dilihat secara kasar dengan meningkatnya jumlah pendaftar,
peningkatan kepuasan pelanggan, akuntabilitas yang lebih besar, pelayanan pada
pelanggan yang lebih baik, pengurangan biaya, dan sebagainya. Walaupun
demikian, ada sisi lain yang harus dilihat dalam menentukan kualitas suatu
organisasi pendidikan. Institusi pendidikan tinggi berbeda dengan organisasi
bisnis. Pemuasan kebutuhan mahasiswa sebagai pelanggan bukan merupakan bentuk terpenting dari kesempurnaan
organisasi pendidikan, melainkan kualitas output dan reputasi riset akademiklah
yang merupakan nilai terpenting suatu organisasi pendidikan tinggi (Bolton,
1995).
Demikianlah, suara akademisi dan staf
manajerial organisasi pendidikan tinggi memang tidak seragam. Di satu sisi,
kualitas harus ditentukan dan diukur melalui standar output. Namun di sisi
lain, pengukuran kualitas dalam sistem merupakan pedoman dasar bahwa selain
output (keahlian dan pengetahuan yang meningkat) juga perlu penilaian proses
(pengalaman pembelajaran) yang dapat memberikan ukuran kualitas secara tepat
dalam sistem pendidikan tinggi yang kompleks (Hewitt dan Clayton, 1999).
Dari
perspektif pedagogik, kualitas bersifat subyektif. Untuk itu, pengukuran
kualitas harus menyeluruh yang didasarkan pada input, pelanggan, dan produk
atau jasa secara fundamental. Lulusan pendidikan tinggi memang dituntut untuk
mempunyai pengetahuan, kemampuan intelektual, kemampuan untuk bekerja dalam
organisasi modern, keahlian untuk berhubungan dengan orang lain, dan komunikasi
(Harvey dan Green, 1993). Artikel ini akan mengupas bagaimana penerapan TQM dan
Service Quality dalam organisasi pendidikan tinggi terutama dari sisi
pengelolaan organisasinya. Setelah bagian pendahuluan ini, bagian dua mengupas konsep dan contoh analisis
penerapannya yang tertuang dalam dua kasus mengenai TQM dari sisi pelanggan
eksternal primer dan Service Quality dari sisi pelanggan eksternal primer.
Mutu Pendidikan
di Perguruan Tinggi (PT) akan lebih terjamin jika memiliki Sistem Penjaminan
Mutu Perguruan Tinggi (SPM-PT) yang baik dan kokoh, dapat mengintegrasikan
visi, misi dan tujuan-tujuan PT ke dalam visi, misi dan tujuan-tujuan pribadi
para pimpinan dan anggota organisasinya. Dengan demikian akan terbentuk
keselarasan budaya mutu individu pimpinan dan pelaku organisasinya.
Pengembangan SPM-PT yang baik dan kokoh, dapat dilakukan melalui pemetaan dan
pendokumentasian pelaksanaan kegiatan akademik dengan branchmarking standar
mutu nasional maupun internasional tertentu. Sejalan dengan amanah Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional dan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 28 tahun 2005 tentang Badan
Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi. Strategi PT menjamin pelaksanaan program
dan kegiatan akademik adalah menerapkan standar nasional Akreditasi Program
Studi Sarjana (APSS) Tahun 2008 yang dimandatkan oleh Badan Akreditasi Nasional
Perguruan Tinggi (BAN-PT).
B. Rumusan masalah
1. Apa
pengertian sasaran dan sasaran strategi ?
2. Pengertian Total
Quality Management ?
3. Penerapan Total Quality
Management dan Service Quality pada
Organisasi Pendidikan Tinggi Kualitas (quality) dalam strategi pencapaian ?
C. Tujuan penelitian
1. Untuk
mengetahui sasaran dan sasaran strategi?
2. Untuk
mengetahui Total
Quality Management?
3. Untuk
mengetahui Penerapan
Total Quality Management dan Service
Quality pada Organisasi Pendidikan Tinggi Kualitas (quality) dalam strategi
pencapaian ?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
sasaran
Sasaran memiliki 5 arti. Sasaran berasal dari kata dasar sasar. Sasaran adalah sebuah homonim karena arti-artinya memiliki
ejaan dan pelafalan yang sama tetapi maknanya berbeda. Sasaran memiliki arti
dalam bidang ilmu olahraga. Sasaran memiliki arti dalam kelas nomina atau kata
benda sehingga sasaran dapat menyatakan nama dari seseorang, tempat, atau semua
benda dan segala yang dibendakan.
Sasaran merupakan penjabaran dari tujuan, yaitu apa yang akan dicapai atau
dihasilkan oleh organisasi atau perusahaan dalam jangka waktu tertentu
Sasaran strategis merupakan ukuran pencapaian dari tujuan.
Sasaran Puslitbangwas merupakan bagian integral dari proses perencanaan
strategis dan ditetapkan untuk dapat menjamin suksesnya pelaksanaan jangka
menengah yang bersifat menyeluruh, serta untuk memudahkan pengendalian dan
pemantauan kinerja organisasi.
Sasaran strategis untuk tujuan meningkatkan hasil-hasil
penelitian dan pengembangan yang mendukung peningkatan kualitas, sebagai
berikut:
1.
Termanfaatkannya hasil litbang untuk peningkatan kompetensi
2.
Termanfaatkannya hasil litbang untuk peningkatan kualitas
pengawasan
Sasaran
strategis dalam rangka meningkatkan hasil-hasil penelitian dan pengembanganmendukung
pengembangan dan akuntabilitas keuangan, sebagai berikut:
1. Termanfaatkannya
hasil-hasil penelitian dan pengembangan yang mendukung pengembangan.
2. Termanfaatkannya
hasil-hasil penelitian dan pengembangan yang mendukung pengembangan tentang
akuntabilitas
Untuk tujuan
ketiga, yaitu meningkatkan kapasitas yang inovatif, sasaran strategis yang
ditetapkan adalah: peningkatan kapasitas Puslitbangwas yang inovatif.
Sasaran Manajemen Sdm Dalam manajemen SDM juga mempunyai sasaran atau objek yang akan
diatur. Beberapa objek sebagai sasaran manajemen SDM diantaranya:
1. Sasaran Perusahaan Atau Korporasi
Departemen SDM dibuat agar membantu pemimpin
atau manager mencapai tujuan perusahaan. Diantaranya perencanaan SDM,
pelatihan, pengembangan, selesi, naik dan turun jabatan, serta penilaian.
2. Sasaran Fungsional
Sarasan berikutnya lebih tinggi dari yang
pertama yakni sasaran fungsional yang berguna dalam mempertahankan kontribusi
yang diberikan dari HRD di level yang dibutuhkan oleh perusahaan misalnya
pengangkatan pangkat, penilaian pegawai, dan penempatan pegawai.
3. Sasaran Sosial
Selanjutnya adalah sasaran sosial yang
didalamnya ada hubungan antara manajemen perusahaan dan syarikat kerja,
kemudian pemenuhan bila ada tuntutan hukum, CSR, keuntungan perusahaan,
hubungan antara perusahaan dengan masyarakat disekitarnya.
4. Sasaran Pribadi Karyawan
Dalam hal ini akan membantu karyawan mencapai
tujuan pribadi karyawan yang bekerja. Jika pekerjaan karyawan tersebut sangat
baik terhadap perusahaan, maka akan di beri kemudahan misalnya mempermudah atau
membantu karyawan yang mau kredit rumah ataupun kendaraan.
Apa Saja Aktivitas Dalam Manajemen Sdm?
Agar bisa menjalankan tugas dan juga fungsinya,
maka manajemen SDM akan melakukan berbagai aktivitas yang dilakukan. Beberapa
aktivitas yang dilakukan ialah:
1. Kunci Akvitas Sumber Daya Manusia
Yang menjadi kunci dari aktivitas SDM perusahaan
ialah departemen SDM atau Human Resource and Development sendiri. Namun
perusahaan kecil biasanya juga tak punya departemen SDM. Meskipun begitu,
perusahaan yang punya departemen SDM sekalipun juga pernah mengalami masalah
misalnya kekurangan dana atau staff karyawan yang kurang memadai.
2. Tanggung Jawab Atas Aktivitas Manajemen Sdm
Pihak yang bertanggung jawab terhadap aktivitas
manajemen SDM ialah para kepala divisi ataupun setiap manajer perusahaan.
Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia
Sebenarnya Manajemen SDM tak jauh beda dengan
manajemen biasanya. Secara garis besar berikut inilah fungsi MSDM yang harus
anda ketahui:
Fungsi Manajerial
Fungsi MSDM yang pertama ialah fungsi Manajerial diantaranya:
–Adanya Planning ataupun Perencanaan
– Kemudian Organizing ataupun Pengorganisasian
– Controlling atau Pengendalian
– Directing atau Pengarahan
–Adanya Planning ataupun Perencanaan
– Kemudian Organizing ataupun Pengorganisasian
– Controlling atau Pengendalian
– Directing atau Pengarahan
Fungsi Operasional
MSDM juga punya fungsi operasional diantaranya:
– Pengadaan Tenaga Kerja atau Karyawan
– Kompensasi
– Pengembangan
– Pemeliharaan
– Pengintegrasian
– PHK (Pemutusan Hubungan Kerja)
– Pengadaan Tenaga Kerja atau Karyawan
– Kompensasi
– Pengembangan
– Pemeliharaan
– Pengintegrasian
– PHK (Pemutusan Hubungan Kerja)
Model Manajemen Sumber Daya Manusia
Pada pelaksanaan manajemen SDM mempunyai banyak
model. Meskipun begitu, tujuan yang akan dicapai sama yakni mempelajari masalah
dalam manajemen SDM serta menari solusi masalah tersebut. Seperti yang sudah
dijelaskan, kita tak akan dapat menerapkan system manajemen perusahaan besar
pada perusahaan kecil, itu pun sebaliknya. Terdapat 6 model manajemen Sumber Daya
Manusia diantaranya:
1.Model Klerikal
Model yang pertama adalah model klerikal. Disini
departemen SDM / HRD berfungsi untuk mendapat laporan berbentuk data, catatan
maupun lainnya secara rutin. ini berfungsi dalam penanganan kertas kerja yang
diperlukan, membuat aturan dan mengerjakan hal yang berkaitan pada tugas
kepegawaian dengan rutin.
2. Model Hukum
Selanjutnya adalah model hukum yang juga
berbicara masalah legalitas. Jadi, pelaksanaan Sumber Daya Manusia dilandaskan
pada kekuatan hokum. Diantaranya yang berkaitan dengan perburuhan, pengawasan,
negoisasi kontrak kerja, serta kepatuhan yang termauk fungsi utama akibat
hubungan yang bertentangan diantara manajer dengan karyawannya.
3. Model Finansial
Bentuk ini semakin berkembang saja sesuai dengan
pertumbuhan waktu. Disebabkan manager sadar jika dalam segi SDM bisa
berpengaruh pada arus keuangan seperti beban asuransi, liburan, dan pensiuan.
Pada bentuk ini, tugas dengan peran meneger memang lebih kompleks lagi.
4. Model Manajerial
Terdapat 2 versi pada model ini yakni manajer
HRD memahami kerangka yang menjadi acuan kerja pada sector manajemen serta
mementingkan tingkat produktivitas. Kemudian yang kedua ialah manajer
menjalankan fungsi sebagai manejemen SDM. Sehingga manajer punya banyak fungsi
baik menjadi konselor, planner, atau lainnya.
5. Model Humanistis
Ide pembentukan model ini adalah departemen SDM
terbentuk agar membantu mengeluarkan potensi maksimal karyawan mereka yang bisa
memaksimalkan karirnya terutama di perusahaan tersebut. Dengan begitu,
kontribusi yang diberikan akan lebih maksimal. Model humanistis akan
mencontohkan hubungan kemanusiaan antara perusahaan dan pegawai.
6. Model Ilmu Perilaku / Keperilakuan
Pada model ini beranggapan jika ilmu-ilmu yang
berkaitan dengan perilaku contohnya psikologi merupakan dasar kegiatan SDM.
Sementara prinsip utama bentuk ini ialah pendekatan ilmu pengetahuan dengan
perilaku manusia didalamnya yang akan membantu menghadapi masalah masalah
mereka.
B.
Pengertian Total
Quality Management
Total Quality Management merupakan suatu
konsep yang digunakan untuk melakukan sautu perbaikan secara
berkelanjutan dengan peran serta semua karyawan dalam perushaaan
tersebut. Melalui suatu proses management kemudian perusahaan akan
melakukan beberapa langkah konkrit untuk memudahkan perbaikan dari berbagai
sisi
Total merupakan suatu stragegi
yang dilakukan secara menyeluruh yang berhubungand engan TQM tesebut yang
melibatkan seluruh manajemen maupun karyawan dalam perusahaan atau
pabrik. Semua orang harus berperan aktif dalam pencapaian tujuan TQM
ini. Keseluruhan perbaikan dilakukan bukan hanya kepada
pelanggan internal saja namun juga kepada konsumen eksternal,
pemasok atau supplier maupun pihak personalia.
Dalam TQM juga mengandung makna adanya kualitas,
hal ini berarti bahwa TQM lebih menekankan pada pelayanan yang
berhubungan dengan kualitas yang bisa dirasakan oleh pelanggan. Pada
kenyataannya memang ekspektasi para pelanggan akan bersifat individu namun hal
ini bergantung padda latar belakang sosial maupun ekonomi dari pelanggan
itu sendiri. Kualitas produk yang dihasilkan suatu perusahaan mungkin tidak
akan sama penilaiannya oleh satu pelanggan dengan pelanggan lainnya. Hal
inilah yang sering menjadi masalah sekaligus tantangan bagi TQM untuk
memberikan kualitas yang baik bagi para pelanggannya. TQM pun juga erat
kaitannya dengan manajemen,manajemen ini nantinya akan berorientasi pada manajemen
sumber daya manusia yang berhubungan dengan pelaksanaan TQM itu
sendiri.
Dalam prakteknya TQM akan
mengimplementasikan adanya perubahan baik dalam struktur organisasi,
manajerial maupun perubahan secara fundamental mengenai beberapa
hal. Perubahan fundamental yang dilakukan oleh perusahaan diantaranya adalah
mengenai misi,visi, strategi orientasi maupun beberapa praktek yang dilakukan
oleh pihak manajemen.
Untuk meningkatkan TQM tersebut memang
perusahaan bisa melakukan beberapa pendekatan yang dianggap paling
mudah. Peningkatan produktivitas melalui TQM tersebut
dilakukan dengan cara meningkatkan efisiensi input melalui
penambahan produk persatuan unit. Bila perusahaan menggunakan efisiensi
input ini maka cara yang dilakukan adalah dengan meminnimalkan
biaya produksi maupun biaya tenaga kerja. Sayangnya banyak
perusahaan yang masih ragu menggunakan pendekatan TQM tersebut.
Dari berbagai persoalan yang
terjadi pada beberapa perusahaan kemudian hal ini menimbulkan gagasan
untuk meberikan perhatian kepada sumber daya namusia yang dimiliki. Cara
yang dilakukan dalam sistem ini adalah dengan memberikan pengarahan
kepada karyawan agar bisa mencapai kepuasan yang maksimal.
Semua yang dilakukan perusahaan untuk
menunjang konsep TQM adalah dengan cara memaksimalkan partisipasi
karyawan agar semua perbaikan bisa mendapatkan hasil yang maksimal.
Perusahaan banyak yang menyebut TQM sebagai manajemen kualitas terpadu
yang mengedepankan perbaikan kualitas. Sistem manajemen kualitas tersebut
merupakan sejumlah prosedur yang terangkum dalam berbagai
praktek standar untuk proses manajemen sistem.
2. Pendekatan kualitas dalam TQM
Karena TQM mengedepankan pendekatan
mengenai kualitas maka perusahaan akan terus melakukan perbaikan terhadap
kualitas suatu produk. Dalam suatu perusahaan pun juga
harus dilakukan pengendalian kualitas yang berfokus pada produk
akhir yang dihasilkan harus standart sesuai dengan ketentuan.
Berikut beberapa tujuan dari pengendalian
kualitas dalam TQM:
- Mencegah proses pembuatan produk yang tidak terkendali
- Memperbaiki proses pembuatan produk yang tidak sesuai
dan tidak terkontrol
- Melakukan sampling terhadap penerimaan barang jadi yang
siap dipasarkan
- Bertujuan untuk menghasilkan produk yang
berkualitas unggul dan memiliki nilai yang tinggi
- Meminimalkan biaya produksi baik biaya bahan baku
maupun biaya tenaga kerja
Kualitas mengandung pengertian
bahwa ada kecocokan terhadap pemakaian yang dilakukan oleh
konsumen. Kualitas merupakan suatu usaha untuk memenuhi kebutuhan
konsumen dari awal hingga beberapa waktu sesuai kebutuhan konsumen. Kualitas
mengandung sejumlah karakter yang bisa diukur untuk
menentukan tingkat kebaikan suatu produk sesuai dengan
kebutuhan konsumen.
Konsumen selalu menginginkan
manfaat dan juga harga dari produk yang dihasilkan. Apabila
manfaat produk dirasakan sangat membantu dan memberikan
kepuasan kepada konsumen maka inilah yang dinamakan kualitas baik. Karena
itu kulitas sangat erat kaitannya dengan konsumen dan konsumen akan
menentukan kelangsungan hidup perusahaan.
Bila perusahaan menginginkan lebih
banyak konsumen dalam jangka waktu yang cukuplama untuk kelangsungan
usahanya maka ada beberapa karakter produk yang harus
dipenuhi oleh produsen untuk menghasilkan produk yang berkualitas.
Kualitas dari produk yang diinginkan konsumen diantaranya adalah kualitas
produk atau jasa, kualitas pengiriman produk, kualitas biaya,
kualitas keamanan maupun kualitas dalam memberikan pelayanan kepada
konsumen.
Dari beberapa karakter tersebut jelas bahwa
konsumenlah yang memberikan penilaian terhadap manfaat serta kualitas
dari produk yang dihasilkan perusahaan bersangkutan. Perusahaan
dalam merancang, memproduksi maupun menjual produk agar berkualitas maka
harus berorientasi pada konsumennya. Jika konsumen tidak dilibatkan
dalam survey sebelum dilakukan proses produksi maka akan
sulit bagi perusahaan untuk memenuhi kepuasan pada konsumennya.
3. Alat dan Langkah dalam TQM
Dalam TQM ada beberapa alat dan langkah yang
harus dilakukan untuk melakukan perbaikan secara menyeluruh. Alat
tersebut secara langsung akan memudahkan masing-masing individu yang
berperan didalamnya untuk mendapatkan kemudahan dari berbagai
faktor yang ada. Langkah dalam TQM tersebut sering dilakukan oleh
perusahaan di Jepang dan hasilnya sangat luar biasa untuk meningkatkan kualitas
produk kepada konsumen.
Berikut beberapa langkah yang ada
pada Total Quality Management:
- Kaizen
Langkah TQM ini merupakan sebuah
improviasasi secara terus menerus sehingga membuat suatu
proses dalam organisasi atau perusahaan menjadi terlihat nyata. Konsep
atau langkah ini bisa dilakuka secara berulang-ulang dan terus menerus
untuk hasil yang makksimal sehingga dapat diukur oleh
perusahaan bersangkutan.
- Kansei
Untuk meningkatkan kualitas produk yang
dibutuhkan oleh konsumen maka perusahaan bisa melakukan survey dan
penelitian secara detail bagaimana konsumen menggunakan produk
tersebut. Cara ini juga bisa mengukur kualitas produk apakah
konsumen benar-benar menyukai produk perusahaan tau hanya
sekedar untuk pemenuhan kebutuhan sesaat saja.
- Atarimae Hinshitsu
Langkah dalam peningkatan kepuasan pelanggan
ini berfokus pada proses maupun optimasi dari efek
intangible.
- Miryokuteki Hinshitsu
Langkah selanjutnya yang dilakukan dalam TQM
ini adalah dengan melakukan manajemen taktis untuk beberapa produk
yang sudah siap diperdagangkan. Beberapa piranti akan
memudahkan proses penerapan TQM karena peralatan tersebut
akan membantu analisa berbagai masalah dan memudahkan perusahaan
untuk membuat perencanaan.
Dari empat langkah tersebut, penerapan
TQM juga menggunakan beberapa alat penting diantaranya adalah:
a) Jajak pendapat
Alat yang digunakan dalam TQM tersebut
merupakan alat untuk perencanaan yang digunakan dalam
pengembangan kreativitas suatu kelompok. Jajak pendapat tersebut digunakan
untuk menetapkan berbagai sebab dari suatu
masalah yang digunakan dalam perancangan suatu proyek.
b) Analisis SWOT
Analisis ini merupakan alat yang
digunakan untuk menganalisa berbagai masalah dengan menggunakan
kerangka berupa kekuatan dan kelemahan serta ancaman maupun peluang
yang akan didapatkan oleh perusahaan. Analisis ini nantinya akan membantu
perusahaan untuk menghindarkan mereka dari pergeseran produk oleh produsen
lainnya.
c) Bagan arus proses
Bagan arus proses diartikan sebagai alat
yang digunakan untuk menganalisa sekaligus untuk merancang suatu gambar
tahap demi tahap yang berhubungan dengan perbaikan komponen dalam
perusahaan tersebut untuk meningkatkan kualitas dan nilai suatu barang.
d) Analisa tulang ikan
Analisa ini digunakan sebagai alat
TQM yang menggambarkan diagram sebab akibat sebagai analisis. Dalam
diagram ini akan dikategorikan beberapa penyebab masalah yang
paling potensial yang terjadi pada suatu proses produksi.
e) Penilaian kritis
Penilai ini merupakan alat bantu dalam
menganalisa serta digunakan untuk memeriksa proses manufaktur, proses
perakitan maupun jasa. Dengan menggunakan penilaian kritis tersebut maka akan
membantu anda untuk memikirkan kembali dan mempertimbangkan apakah
proses tersebut memang dibutuhkan, sudah tepat perencanaannya,
ataukah ada beberapa alternative lainnya yang jauh lebih baik.
f) Benchmarking
Alat ini merupakan suatu proses yang
bertujuan untuk pengumpulan dan analisa data dari suatu organisasi dibandingkan
dengan keadaan yang ada dalam suatu organisasi. Hasildari analisa
ini akan menjadi acuan untuk perbaikan perusahaan secara terus menerus
dan cara ini dilakukan untuk menunjukkan bagaimana organisasi
atau perusahaan bisa dikembangkan hingga menjadi yang terbaik
nantinya.
4. Sarat, Prinsip dan Unsur dari TQM
4.1 Syarat Pelaksanaan TQM
TQM dapat dilaksanakan oleh semua karyawan
yang ada dalam suatu perusahaan bila memenuhi beberapa syarat dibawah
ini:
- Perbaikan dilakukans ecara terus menerus
Dalam pelaksanaannya TQM dilaksanakan
dengan melakukan perbaikan mutu produk maupun pelayanan secara
terus menerus dan tidak boleh terhenti hingga konsumen merasakan kepuasan
yang maksimal. BIla konsumen belum merasa puas maka jangan dihentikan
pelaksanaan TQM tersebut.
- Pencapaian laba dan kepuasan konsumen
Pelaksanaan TQM bukan hanya sekedar untuk
meningkatkan kualitas produk namun juga untuk mendapatkan laba yang
maksimal dan juga untuk meningkatkan kepuasan pelangga dan komponen dalam
perusahaan tersebut. Perencanaan yang dilakukan pada tiap proses tersebut
adalah mengacu pada masa depan yang lebih baik dari keadanan sekarang.
- Adanya partisipasi aktif semua karyawan
Pelaksanaan TQM tidak akan berjalan secara
maksimalbila tidak melibatkan karyawannya. Semua karyawan harus melakukan peran
aktif dalam pencapaian tujuan yang diharapkan perusahaan. Semuanya
berperan dalam peningkatan mutu suatu perusahaan.
- Adanya pemimpin yang menjadi motivator
Dalam rangka peningkatan mutu dan
kualitas produk,meningkatkan omset perusahaan dan beberapa komponen
lainnya, seorang pemimpin diharapkan juga bisa menjadi seorang motivator bagi
bawahannya. Pemimpin tidak hanya memerintah saja namun juga harus menjadi
contoh bagaimana melakukan perbaikan yang tepat bagi perusahaannya di segala
bidang. Seorang pemimpin pun juga harus memilliki ide yang cemerlang dan
bermanfaat untuk melakukan perubahan secara terus menerus dalam
perusahaan.
- Peningkatan mutu Sumber Daya Manusia
Dlaam rangka mempercepat tujuan
peningkatan kualitas suatu produk maka harus dilakukan terlebih
dulu peningkatan mutu sumber daya manusia dengan beberapa
pelatihan. Pelatihan yang dilakukan bisa berupa training secara
terus menerus hingga menghasilkan SDM yang protensial dan mampu
bersaing dengan perusahaan lainnya.
4.2 Prinsip-Prinsip Dalam TQM
Beberapa prinsip yang diterapkan dalam Totak
Quality Management diantaranya adalah:
√ Kepuasan terhadap pelanggan
Prinsip ini menjadi bagian penting dari
pelaksanaan TQM, kepuasan pelanggan adalah yang utama sehingga perusahaan
akan melakukan berbagai cara untuk meningkatkan kualitas dari produk yang
dihasilkan. Kepuasan tersebut akan memudahkan perusahaan untuk tetap
bertahan di pasar. Bila kepuasan pelanggan tidak diperhatikan maka
perusahaan tidak akan mendapatkan konsumen dalam jumlah yang banyak.
√ Manajemen yang tepat
Peningkatan kepuasan pelanggan harus dilandasi
dengan manajemen yang tepat pula. Untuk menciptakan kepuasan tersebut maka
harus dibuat manajemen yang baik dan terus dilakukan inovasi yang
tak henti. Manajemen ini akan menentukan kualitas produk yang dihasilkan oleh
perusahaan.
√ Kerjasama
Proses TQM tidak akan terwujud tanpa adanya
kerja sama yang baik dari manajer maupun karyawannya. Karena itu semua
pihak harus bisa bekerja sama untuk menigkatkan mutu dan kualitas produk
yang dihasilkan.
√ Perbaikan secara terus menerus
Perbaikan yang dilakukan untuk meningkatkan
kualitas perusahaan dalam hal produk yang dihasilkan harus dilakukan
secara terus menerus. Perbaikan ini dilakukan untuk memberikan kemudahan
bagi perusahaan dan pihak terkait untuk mendapatkan kualitas dan kepuasan
konsumen yang tinggi.
4.3 Unsur-Unsur dari TQM
√ Konsumen
Konsumen adalah unsure penting dalam TQM,
konsumen tersebut bisa datang dari pihak internal perusahaan maupun pihak
eksternal perusahaan. Padanya konsumen tersebut akan menentukan
kelangsungan operasional perusahaan.
√ Keinginan untuk meningkatkan kualitas
Unsur dari TQM juga terletak pada
keinginan perusahaan untuk meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan
oleh perusahaan tersebut agar bisa meningkatkan kepuasan pelanggan.
√ Adanya komitmen jangka panjang
TQM meletakkan unsure penting
yaitu adanya komitmen dalam jangka panjang suatu perusahaan. Komitmen
tersebut digunakan untuk peningkatan mutu perusahaan secara terus
menerus.
√ Adanya tujuan yang sama
Tujuan yang ingin dicapai dalam TQM
adalah untuk menghasilkan produk yang berkualitas sehingga bisa
memberikan kepuasan pada pelangganya.
C.Penerapan Total
Quality Management dan Service Quality
pada Organisasi Pendidikan Tinggi Kualitas (quality)
adalah keseluruhan ciri atau karakteristik
produk dan jasa yang berkaitan dengan
penekanannya untuk memenuhi kebutuhan
tertentu (Feigenbaum, 1991). Menurut Patel (1994), komponen sistem kualitas meliputi: (1)
kualitas pelanggan, yaitu apakah kualitas pelayanan mampu memberikan pada
pelanggan apa yang mereka inginkan, yang diukur dari penggunaan jasa, misalnya
kepuasan pelanggan atau keluhan pelanggan; (2) kualitas profesional, yaitu
apakah pelayanan mampu memenuhi kebutuhan pelanggan yang didefinisikan secara
profesional, dan apakah prosedur dan standar profesional tersebut dapat
dipercaya untuk menghasilkan produk atau jasa yang diinginkan; (3) kualitas
proses, desain, dan operasi proses pelayanan menggunakan sumber daya dengan
cara yang paling efisien untuk memenuhi kebutuhan pelangggan. Kualitas yang
dicita-citakan ini membutuhkan keterlibatan seluruh pihak dalam organisasi
bahkan menuntut perubahan budaya. Hal inilah yang disebut dengan Total Quality
Management (TQM). Total Quality Management (TQM) pada pendidikan tinggi
terwujud dalam interaksi antara pengajar dan mahasiswa di kelas, atau dalam
penyesuaian dengan standar akreditasi atau penilaian. Sistem yang terstruktur
tersebut dapat menciptakan organisasi pembelajar. Sudah saatnya organisasi
pendidikan tinggi menerapkan prinsip-prinsip TQM, karena dapat mendatangkan
manfaat dari inovasi yang ditemukan melalui praktek-praktek TQM. Kesulitan penerapan TQM pada berbagai
institusi pendidikan tinggi disebabkan para staf tidak dapat mengerti bagaimana
elemen-elemen kunci TQM seperti statistical process control, keterlibatan
mahasiswa, kerja tim, dan sebagainya tersebut dapat digunakan dalam perkuliahan
di kelas (Emultiet al., 1996). Dalam
pendekatan holistik, TQM merupakan kerangka kerja yang mendukung manajemen
pelayanan. Menurut Ho dan Wearn (1996) serta Woon (2000), kerangka kerja
tersebut meliputi: (1) kepemimpinan dan budaya kualitas, (2) komitmen, (3)
keterlibatan secara penuh, (4) penggunaan informasi dan analisis, (5)
perencanaan strategik, (6) pengembangan sumber daya manusia dan manajemen
sumber daya manusia melalui pendidikan dan pelatihan, (7) kepemilikan terhadap
masalah yang dihadapi, (8) manajemen kualitas proses, (9) adanya pengakuan dan
penghargaan, (10) kualitas dan hasil operasi, (11) tindakan pencegahan, (12)
kerja tim, dan (13) berfokus pada pelanggan dan kepuasan pelanggan. Dalam
pendidikan tinggi, filosofi TQM ini juga akan membantu meningkatkan moral,
mengurangi biaya, memperbaiki performansi organisasi, dan menanggapi kebutuhan
pelanggannya. Untuk itulah maka diperlukan efektivitas organisasi, partisipasi
karyawan dalam penyelesaian masalah dan pembuatan keputusan, komunikasi efektif
staf senior dan bawahannya, pendidikan dan pelatihan secara luas, desain yang
baik dalam mengenal dan memberi penghargaan untuk memotivasi karyawan, visi
yang berorientasi kualitas, benchmarking sebagai alat dalam continuous
improvement untuk mewujudkan mahasiswa yang peduli, berpengetahuan, dan dapat
melayani masyarakat, serta dukungan dari pimpinan (Emulti et al., 1996). Namun,
TQM bukan satu-satunya alat untuk mencapai perbaikan dan kesempurnaan. Beberapa
laporan hasil penelitian mengatakan bahwa program-program TQM menghasilkan
perbaikan dalam kualitas, produktivitas, dan persaingan hanya 20 - 30 % dari
perusahaan yang menerapkannya
(Schonberger, 1992; Radolvisky et al., 1996).
TQM memang masih dipandang sebagai suatu filosofi yang sulit dicapai, apalagi
di Indonesia yang budayanya masih jauh dari kerelaan untuk memberikan yang
terbaik bagi pelanggan, serta masih terdapatnya berbagai ketidakkonsistenan
dalam aturan, khususnya yang menyangkut organisasi pendidikan tinggi. Hambatan
dalam penerapan TQM pada organisasi pendidikan tinggi seringkali berkaitan
dengan misi idealis, kurang adanya kesepakatan dalam pengertian dan penerapan
kualitas, kebebasan, dan kedewasaan akademik, dan kemampuan administratif
(Matthew, 1993). Sebagai gambaran bagaimana TQM belum diterapkan pada salah
organisasi pendidikan tinggi berikut adalah contoh hasil analisis data yang
dapat dikumpulkan penulis. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui apakah TQM
sudah dilaksanakan dalam organisasi pendidikan tinggi tersebut. Hal ini
dilakukan dengan cara memberikan kuesioner kepada pelanggan eksternal primer,
yang dalam hal ini adalah mahasiswa program sarjana (S1). Variabel yang
digunakan adalah (Sallis, 1993), sebagai berikut. (1) Pendapat responden
terhadap kualitas secara keseluruhan (2) Pendapat responden tentang kemudahan mengakses
perguruan tinggi tersebut (3) Pendapat responden tentang pelayanan seluruh staf
akademik dan non akademik pada mahasiswa (4) Pendapat responden tentang
kepemimpinan perguruan tinggi tersebut (5) Pendapat responden tentang kondisi
lingkungan dan sumber daya fisik perguruan tinggi tersebut (6) Pendapat
responden tentang pembelajaran dan pengajaran pada perguruan tinggi tersebut
(7) Pendapat responden tentang fasilitas fisik yang tersedia bagi mahasiswa (8)
Pendapat responden tentang kemampuan staf akademik dan non
akademiknya (9) Pendapat responden tentang
hubungan eksternal dengan masyarakat dan masalah pemasarannya. Dalam penelitian
ini digunakan pelanggan eksternal primer yang dalam hal ini adalah mahasiswa
perguruan tinggi yang masih aktif diambil
sebagai
sampel. Setelah dilakukan uji validitas data dengan teknik koefisien korelasi
product moment pearson dan reliabilitas data dengan cronbach’s alpha,
dilanjutkan dengan metode yang menguji beda pendapat responden dengan menggunakan Friedmen Test (FR-test).
Hasilnya adalah 76,6 % pelanggan
menyatakan pelaksanaan elemen-elemen TQM pada suatu
organisasi pendidikan tinggi tersebut buruk,
atau TQM memang belum dilaksanakan di perguruan tinggi tersebut. Selanjutnya
dengan menggunakan uji Friedman didapatkan
bahwa nilai Fr lebih kecil dari χ20,05. Hal ini berarti tidak ada perbedaan terhadap penilaian
tersebut atau dapat diartikan bahwa faktor pribadi yang ada pada masing-masing
individu tidak mempunyai peran penting atau tidak berarti bagi mahasiswa selaku
pelanggan eksternal primer dalam memberikan penilaian terhadap pelaksanaan
filosofi
Total
Quality Management di organisasi
pendidikan tinggi yang diteliti. Sedang yang termasuk dalam faktor individu ini
dapat meliputi antara lain usia, jenis kelamin, lama studi, indeks prestasi,
semangat belajar, latar belakang keluarga dan budaya, dari pelanggan ekesternal
primer tersebut. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perguruan tinggi tersebut
belum melaksanakan TQM, baik secara total maupun parsial pada
masing-masing elemennya. Kondisi yang dialami organisasi pendidikan
tinggi tersebut memang masih jauh dari pelaksanaan TQM. Hal ini disebabkan
selain dari faktor internal dalam organisasi tersebut, faktor eksternal yang
berupa regulasi pemerintah juga sangat mempengaruhi. Organisasi pendidikan
tinggi di Indonesia memang belum berkembang bebas seperti halnya organisasi
jasa atau perusahaan manufaktur. Selanjutnya, temuan mengenai tidak
terlaksananya TQM organisasi pendidikan tinggi tersebut didukung dengan hasil
penelitian mengenai kualitas pelayanan (service quality) pada organisasi
pendidikan tinggi yang sama. Kualitas pelayanan dapat dianalisis dengan melihat
perbedaan antara apa yang diharapkan dengan apa yang sesungguhnya dijumpai di
lapangan. Kualitas pelayanan digambarkan oleh Parasuraman et al., (1991)
sebagai suatu bentuk dari sikap, berhubungan tetapi tidak ekuivalen dengan
kepuasan, yang merupakan hasil perbandingan antara harapan (expectation) dengan
kinerja (perfomance). Hal ini dapat dilakukan untuk menguji apakah filosofi
memberikan pelayanan yang terbaik bagi pelanggan sudah dilaksanakan, di samping
beberapa variabel pendukung TQM yang sudah diuji di depan. Dalam pengertian
kita sehari-hari, kata service atau layanan dikaitkan dengan hubungan antara
penjual dan pembeli, dimana dalam hal ini penjual merupakan pihak yang
memberikan sedangkan pembeli merupakan pihak yang meminta. Menurut Zeithaml (2000), kualitas pelayanan
memiliki 5 dimensi, yaitu sebagai berikut. (1) Tangibles (Fisik), adalah fasilitas
fisik, peralatan, penampilan karyawan dalam melayani konsumen. (2) Reliability
(Keandalan), adalah kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan yang benar,
tepat waktu dan dapat diandalkan. (3) Responsiveness (Perhatian), adalah
kesediaan untuk membantu para konsumen dan memberikan pelayanan yang cepat. (4)
Assurance (Jaminan), adalah kesediaan dan kesiapan karyawan untuk memberikan
pelayanan. (5) Emphaty (Empati), adalah rasa peduli, perhatian secara pribadi
yang diberikan kepada konsumen organisasi
penyedia jasa pendidikan untuk mengelola perubahan. Esensi dari TQM adalah
perubahan budaya (culture change). Perubahan ini bertujuan memenuhi kebutuhan
dan harapan pelanggan, baik pelanggan internal yang meliputi staf edukatif dan
non edukatif maupun pelanggan eksternal primer yang meliputi para peserta didik
atau siswa, pelanggan eksternal sekunder yang meliputi orang tua, pemberi
beasiswa, dan pemilik perusahaan, serta pelanggan eksternal tersier yang
meliputi pasar tenaga kerja, pemerintah, dan masyarakat luas. Kebutuhan dan
harapan seluruh pelanggan dalam bisnis pendidikan tersebut akan dapat terwujud
bila dapat dicapai kepuasan pemberi jasa yang juga merupakan pelanggan internal
dan pengelola besertaseluruh staf. Dan semua ini akan tercapai bila dapat
terwujud mutual trust antara manajer yang dalam hal ini adalah pengelola bisnis
jasa pendidikan dengan karyawan yaitu para pengajar dan staf non edukatif.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Total Quality Management (TQM) memang merupakan
suatu proses dan filosofi dasar yang akan berhasil bila diterapkan secara
serentak pada semua level dalam organisasi. Penerapan TQM tidak memerlukan
peralatan atau sistem manajemen baru, melainkan komitmen atau kesadaran untuk
mengadakan perubahan budaya yang berorientasi pada peningkatan kualitas dan
perbaikan seluruh proses secara terus-menerus, menyeluruh, dan
berkesinambungan. TQM memang dapat diterapkan dalam organisasi apa pun tak
terkecuali. Dengan memperhatikan cara penerapannya, dalam bidang apa saja
filosofi tersebut diterapkan, dan bagaimana mensiasati kendala dan hambatan
yang menghalangi penerapan tersebut pada organisasi pendidikan tinggi, maka
pelaksanaan yang membutuhkan waktu lama tidak akan terasa. Selain itu, apabila
diikuti dengan benar maka keberhasilan akan berada di tangan, baik individu
maupun organisasi.
Namun demikian, penerapan filosofi TQM di sektor
pendidikan ini bukannya tanpa kendala. Menurut Hittman (1993), ada beberapa
hambatan yang sering dihadapi dalam menerapkan filosofi tersebut, antara lain
sebagai berikut.
(1) Sasaran dari berbagai metode perbaikan
kualitas tradisional pada lembaga-lembaga pendidikan hanya berupa kesesuaian
terhadap standar
(2) Standar jaminan kualitas seringkali disusun
terlalu rendah atau terlalu tinggi, sehingga program-program pendidikan akan
mengalami kesulitan dalam pencapaiannya.
(3) Definisi klasik mengenai jaminan kualitas
terlalu sempit.
(4) Pendekatan yang mutakhir mengkonsentrasikan
hanya pada performansi pengajaran dan mengurangi penekanan pada kontribusi dari
hal-hal yang bukan berkaitan dengan pengajaran.
(5) Pendekatan yang mutakhir yang hanya
menekankan pada instruktur pendidikan.
Kesuksesan dalam penerapan TQM di suatu lembaga pendidikan tergantung
dari Visi yang digunakan
DAFTAR PUSTAKA
Antipova, Tatiana; Krasilnikov, Dmitrii. (2014). The Strategic
Management Of The University. Global Conference on Business & Finance
Proceedings, 9.1 (pp. 338-342). Hilo: Institute for Business & Finance
Research.
Coulter, Mary (2008). Strategic Management in Action 4th edition.
Upper Saddle River, New Jersey: Pearson Prentice Hall
David, R. Frad (2007), Strategic Management : Concept and Cases.
Upper Saddle River, New Jersey: Pearson Prentice Hall
Enlow, William Mark, DNP, ANCP, CRNA, DCC; Honig, Judy, EdD, DNP,
CPNP; Cook, Sarah Sheets, DNP, RN CS. (2014). Strategic Planning for Curricular
Excellence: Anesthesia and Comprehensive Care. AANA Journal, 82.1, 13-18.
Fathi, Michael; Wilson, Liz. (2009). Strategic Planning in
Colleges and Universities. Business Renaissance Quarterly, 4.1, 91103.
Fonta, Phillipe (2010). Pushing the Technology Envelope in
International Civil Aviation Organitation (ICAO). Environtment Report ICAO.
Gantt, Laura T. (2010). Strategic Planning for Skills and
Simulation Labs in Colleges. Nursing Economics, 28.5, 308313.
Goddard, Wayne dan Melville, Stuart (2001) Research Methodology:
an Introduction. Lansdowne: Juta and Company Ltd.
Bolton, A. 1995. A Rose By Any Other Name: TQM
In Higher Education. Quality Assurance in Education, 3 (2), 13-18. Diakses dari
www. emerald-library.com tanggal 3 April 2001. Emulti, D., Kathwala, Y., dan
Manippallil, M. 1996. Are Total Quality
Management
Programs In Higher Education Worth The effort ? International Journal of
Quality and Reliability Management, 13 (6), 29-44. Diakses dari
www.emerald-library.com tanggal 8 Mei 2001. Feigenbaum, A.V. 1991, Total
Quality Control (3 rd edition). New York: McGraw-Hill. Harvey, L. dan Green, D.
1994. Defining Quality. Assessment and Evaluation in Higher
Education, 18 (1), 9-34. dari CD-ROM. Herbert,
F. J., Dellana, S. A., dan Bass, K. E. 1995. Total Quality Management In
Business School: The Faculty Viewpoint. Sam Advanced Management Journal,
Autumn, 20-34. Dari CD-ROM. Hewitt, F. dan Clayton, M. 1999. Quality and
Complexity Lessons From English Higher Education. International Journal of
Quality
and
Reliability Management, 16 (9), 838-858.
Komentar
Posting Komentar